Manakah, Engkau Pilih?

Saudaraku.... rohimahullah.

Bacalah beberapa barisan tulisan di bawah ini dan jatuhkanlah untaian maknanya di pipimu yang engkau gunakan untuk tidur..

Penulis Ihya' mengatakan: "Ketahuilah bahwasannya dosa kecil bisa menjadi besar karena beberapa sebab, di antaranya terus dan selalu melakukan. Karenanya di katakan, tidak ada dosa kecil bila di lakukan secara terus menerus dan tidak ada dosa besar bila di iringi dengan istighfar.

Satu dosa besar yang terputus dan tidak di ikuti dosa lainnya itu lebih bisa di harapkan mendapat ampunan di banding dosa kecil yang di tekuni oleh seorang hamba. Gambaran-nya demikian, tetesan air yang jatuh di atas batu secara terus menerus bisa membekas. Akan tetapi sebanyak air yang sama seandainya di siramkan sekaligus pada batu tersebut, maka tidak akan membekas. Oleh karena itu, Nabi shalallahu alaihi wa sallam bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ


"Perbuatan-perbuatan yang paling di cintai oleh Allah adalah yang berjalan paling lama, meskipun sedikit". (HR. Bukhori: 6464 dan Muslim: 1866)

Sesuatu itu bisa di kenal dengan kebalikannya. Bilamana amal yang bermanfa'at walaupun sedikit, maka amal banyak yang terputus tidak terlalu berguna untuk menyinari dan membersihkan hati. Demikian halnya keburukan yang sedikit, bila selalu di lakukan niscaya efeknya dalam menggelapkan hati begitu terasa". (Ihya Ulumuddin: 4/ 34)

Rehatlah sebentar...

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

وَإِنَّ لَكُمْ فِي الْأَنْعَامِ لَعِبْرَةً نُسْقِيكُمْ مِمَّا فِي بُطُونِهِ مِنْ بَيْنِ فَرْثٍ وَدَمٍ لَبَنًا خَالِصًا سَائِغًا لِلشَّارِبِينَ


"Dan Sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kalian. kami memberi kalian minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah di telan bagi orang-orang yang meminumnya". (QS. an Nahl [16]: 66)

Kendaraan Unta
Harganya sangat mahal karena ia mampu bersabar mengarungi perjalanan panjang dengan bekal pas-pasan. Maka ia berhak dimulyakan, di hiasi dan hidupnya terhormat sampai ajal menjemput. Sedangkan unta-unta piaraan berharga murah karena ia tidak sabar dan tidak kuat menghadapi medan perjalanan. Ia makan untuk di makan dan di manja untuk di potong. Paling bentuk pemuliannya adalah tidak memperhatikan pisau kepadanya saat hendak disembelih.

Buaya
Bila ia selesai bersantap, ia membuka mulutnya lebar-lebar untuk memberi kesempatan burung pipit yang kecil yang kecil mencari sisa-sisa makanan di antara sela-sela giginya, karena khawatir ulat melubanginya. Sebagian orang giginya sudah lama di lubangi ngengat tanpa mau mengizinkan seorang pun mengambil pangkal penyakit. Ia tidak seperti buaya, pun tidak meniru burung pipit. Saudaraku bila engkau bukan inisiator, jadilah pemberi respon. Jika engkau tidak pandai berkhutbah, maka hadirilah untuk mendengarkan khutbah. Jika engkau tidak bisa menyampaikan kajian, maka ikutilah kajian. Jika engkau tidak cakap memperbaiki orang lain, maka jangan gengsi bila orang lain memperbaiki dirimu.

Merpati pos
Apabila ia di lepas tuannya untuk menyampaikan sepucuk surat, maka ia mengarungi lautan terik panas matahari. Ia terbang siang dan malam tanpa mempedulikan angin, hujan, petir dan kilat yang menghalanginya. Ia terbang tinggi agar tidak terkena anak panah pemburu. Ini pun, ia masih harus menahan diri untuk tidak turun memungut biji gandum yang di tebarkan demi menghindari perangkap yang bisa menghambat perjalanan atau mematahkan sayap, sehingga surat tersia-siakan. Setelah menyerahkan surat, ia bebas terbang ke angkasa, memakan apa pun yang di inginkannya. Wahai pembaca risalah penghambaan kepada Alloh subhanahu wa ta'ala, apa yang telah engkau arungi? Setinggi apa engkau naik? Jebakan penghambat apa yang telah engkau waspadai? Celaka kamu. Satu celupan di surga mampu melupakan kepedihan sepanjang usia. Sekejap waktu di surga lebih baik di banding dunia dan seisinya. Kenapa masih ragu?

Kucing
Jika sekali saja engkau berbuat baik kepadanya, maka setiap kali ia melihatmu, maka ia akan bersikap manja dan menggosok-gosokkan dirinya kebajumu. Sedangkan engkau, setiap partikel dalam tubuhmu menyaksikan kebaikan kami dan setiap helai rambut di badanmu di liputi nikmat-nikmat kami. Namun begitu, setiap kali kami membuatmu mencintai kami, engkau malah membenci kami. Setiap kali kami mendekatkanmu kepada kami, maka engkau malah mencintai selain kami. Setiap kali kami menjalin hubungan denganmu, maka engkau malah bersikap kasar kepada kami. Engkau memusuhi kami, padahal engkau sangat membutuhkan kami. Kami mengajakmu berdamai, meskipun kami sangat tidak membutuhkan dirimu. Tidaklah engkau belajar dari binatang, wahai pemilik hati yang linglung. Jangan merasa paling mampu! Sungguh, Qobil belajar mengubur saudaranya dari seekor burung gagak dan Saulaiman mengetahui berita tentang Bilqis dari burung Hud-hud.

Semut
Kendati bertubuh kecil dan lemah, di musim panas ia sanggup membawa makanan yang beratnya jauh diatas berat tubuhnya sebagai persediaan di musim dingin. Nikmatnya makanan di musim panas tidak membuatnya terlena dari mengumpulkan makanan untuk persediaan musim dingin, karena ia tahu begitu ganasnya lapar di musim ini. Pun, lantaran ia bisa mengambil pelajaran dari banyaknya yang binasa di musim ini. Saudaraku, pahamilah dunia ini sebagai musim panas dan akhirat sebagai musim dingin. Memang sedikit orang yang bisa mengambil pelajaran. Semoga Allah melimpahkan rohmatNya kepada kita semua, amin.

Keledai
Ia akan berjalan pulang kerumah di malam gulita da tetap tak tersesat. Bila ia di lepas, ia bisa sampai ke rumah tanpa ada penuntun. Masih lagi, ia bisa membedakan antara suara aba-aba berhenti dan aba-aba berajalan. Wahai orang yang kehilangan jalan kesurga, wahai orang yang tidak sanggup membedakan suara penyeru surga dan penjual neraka, dalam cita-cita, engkau belum sepadan dengan keledai. Bila paham, maka engkau lupa doro. Semakin engkau dekat dengan kubur, maka bertambah pula kelesuanmu beramal. Dekatnya ajal menambah angan-anganmu. Seringnya engkau memakamkan orang-orang terpandang tidak sanggup memalingkan dari menggapai keterpandangan. Duhai, betapa banyak kita menzholimi kawanan keledai.

Jalalah
Yaitu, setiap hewan darat yang boleh dimakan dagingnya, namun ia mengkonsumsi makanan najis, sehingga dagingnya menjadi kotor. Para ulama' fiqih mengharamkan mengkonsumsi dagingnya sebelum dikarantina selama 40 hari. Dalam masa karantina ini, ia hanya mengkonsumsi makanan yang baik agar dagingnya menjadi baik dan halal di makan. Kebanyakan manusia tenggelam dalam keharaman, sehingga keadaanya rusak dan dagingnya kotor. Betapa mereka sangat membutuhkan karantina sebagaimana jalalah; agar mereka hanya mendengar ucapan-ucapan baik dan mengamalkan perbuatan-perbuatan yang baik pula. Sampai ruh dan jiwa mereka bersih serta suci. Dengan demikian, mereka berhak masuk ke dalam surga yang tidak dihuni kecuali oleh, "Orang-orang yang di wafatkan dalam keadaan baik oleh pada Malaikat" (QS. an-Nahl [16]: 32). Saat itulah, indra dengar mereka riang mendengarkan 'nyanyian' kekal para malaikat, "Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu, berbahagialah kamu! Maka masukilahsurga ini, sedang kamu kekal didalamnya". (QS. az-Zumar [39]: 73)

Sebagian orang ibarat binatang berkulit manusia, hewan bermuka manusia. Ada yang berwatak keledai; mengitari gilingannya tanpa mau selangkah maju ke depan. Menceraikan akhirat dan memperistri dunia. Kokoh di siang hari, namun rapuh di malam hari. Maha suci Dzat yang mengangkat binatang satu derajat di atasnya, sebab binatang bermanfa'at bagi makhluk lainnya sementara ia tidak berguna bagi dirinya sendiri, terlebih bagi orang lain. Bukankah aku sampaikan kepadamu firman Allah subhanahu wa ta'ala:

إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا


"Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)". (QS. al Furqaan [25]: 44)

Ada yang seperti ulat sutra, mati di tengah-tengah tenunannya. Kelembutan sikapnya terhadap hawa nafsu begitu mengagumkan. Persaudaraan dirinya dengan setan demikian erat. Berupaya membunuh diri sendiri dengan kedua tangannya dan berjalan menuju neraka dengan langkah-langkah mantap. Semboyan mereka dalam hidup ini adalah firman Allah subhanahu wa ta'ala:

يُهْلِكُونَ أَنْفُسَهُمْ


"Mereka membinasakan diri mereka sendiri". (QS. at Taubah [9]: 42)

Ada yang seperti burung unta; menyembunyikan kepalanya di dalam pasir. Ia mengira tidak ada yang melihat kefasikan dan perbuatan dosanya. Menganggap tidak pernah membunuh, sementara darah para korban melumuri kedua tangannya. Mengaku tidak mencuri, sementara sidik jarinya memenuhi TKP (tempat kejadian perkara). Ia berbalutkan busana takwa, sementara sisa-sisa alkohol menetes dari mulutnya. Orang-orang seperti ini seperti yang disampaikan oleh Allah subhanahu wa ta'ala:

يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ


"Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka Hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar". (QS. al Baqarah [2]: 9)

Ada yang berkarakter seperti bunglon. Bergabung dalam majelis orang-orang sholih untuk mendengarkan surat Al-A'rof dan Hud, tapi ia juga menyukai kumpulan orang-orang tholih (buruk) dan merasa gembira menikmati petikan gitar dan dawai. Mereka tidak mendapat kesetiaan karena jiwa oportunis yang disampaikan oleh Allah subhanahu wa ta'ala

مُذَبْذَبِينَ بَيْنَ ذَلِكَ لَا إِلَى هَؤُلَاءِ وَلَا إِلَى هَؤُلَاءِ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ سَبِيلًا


"Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan Ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir), Maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya". (QS. an Nisaa' [4]: 143)

Ada yang seperti kelelawar. Senang kegelapan dan membenci cahaya. Menganggap lezat kemaksiatan dan menuduh getir ketaatan. Pemahaman-pemahamannya terbalik, karen fitroh jiwanya juga terbalik. Karenanya: "Dan apabila Hanya nama Allah saja disebut, kesAllah hati orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat; dan apabila nama sembahan-sembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka bergirang hati". (QS. az Zumar [39]: 45)

----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Semoga kita bersama dapat mengambil pelajaran dari ayat-ayat yang telah dikemukakan di atas. Hanya Allah yang beri taufik.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Semoga Bermanfaat (^^,)


Share from: Nurulilmi

Kiat Praktis Menggugah Semangat Sholat Subuh

Saya adalah salah satu dari ribuan umat muslim yang sering terlambat mengerjakan ibadah sholat subuh. Dengan menemukan artikel ini dan menulisnya kembali di blog ini, saya berharap bisa menambah semangat saya untuk bisa tepat waktu dalam mengerjakan sholat subuh. Semoga Artikel ini bisa bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi pembaca yang budiman pada umumnya. Semoga Allah Ta'ala beri taufik.

TIPS: Menggugah Semangat Sholat Subuh


1) Segera tidur Dan Jangan Bergadang.

Hal ini berdasarkan hadits Abu Barzah rodhiallohu anhu:

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ العِشَاءِ، وَالحَدِيْثَ بَعْدَهَا


"Bahwa Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam membenci tidur sebelum (sholat) Isya' dan berbincang-bincang sesudahnya". (HR. Bukhori: 568 dan Muslim: 237)

Ada beberapa kondisi yang dikecualikan dari hal ini, diantaranya yang disebutkan oleh Imam Nawawi rohimahulloh dalam syarah shohih muslim, ia berkata: "Latar belakang tidak disukainya berbincang-bincang selepas sholat Isya' karena bisa menyebabkan bergadang, sehingga lantaran kantuk yang sangat dikhawatirkan sholat malam atau sholat Shubuh, baik diwaktu bolehnya, waktu pilihan, atau pun waktu paling utamanya terlewatkan. Pembicaraan yang dilarang selepas sholat Isya' adalah seputar masalah-masalah yang tidak mengandung maslahat atau kebaikan. Adapun pembicaraan yang mengandung maslahat atau kebaikan, tidak dilarang seperti: mempelajari ilmu, mendengarkan berbagai kisah orang-orang sholih, berbincang-bincang dengan tamu, berbicara dengan mempelai wanita untuk menenangkannya, pembicaraan seseorang dengan isteri dan anak-anaknya untuk menunjukkan kelembutan atau mengutarakan keperluan, berbicara kepada orang-orang yang safar agar menjaga barang dan diri mereka, pembicaraan untuk mendamaikan manusia dan memberi mereka syafa'at dalam kebaikan, amar ma'ruf nahi munkar dan menunjukkan suatu kebikan atau hal-hal yang serupa dengannya. Semuanya tidak mengapa dilakukan selepas sholat Isya'". (Syarh An-Nawawi 'alaihis salaam Shohih Muslim: 3/157-158)

Sekarang, tahukah anda mengapa Umar bin Khoththob rodhiallohu anhu memukuli banyak orang dengan cemeti setelah sholat Isya' seraya mengucapkan: "Apakah bergadang dipermulaan malam dan tidur diakhirnya?!".

2) Menjaga Adab-Adab Tidur.

Diantara adab-adabnya: tidur dalam kondisi suci, diawali sholat sunnah dua rokaat setelah whudu', mempratekkan doa-doa sebelum tidur, berbaring miring kesisi kanan, meletakkan telapak tangan kanan di bawah wajah, membaca Al-Mu'awidzatain (surat Al-Falaq dan An-Naas) dan surat Al-Ikhlas, kemudian meniupkannya pada kedua telapak tangan dan selanjutnya mengusapkan keanggota tubuh yang terjangkau, serta membaca doa-doa tidur lainnya.

3) Menabur Kebajikan Menuai Kebaikan.

Barangsiapa tidur seusai melaksanakan amal ketaatan seperti mempercepat jalinan silaturrohmi, berbakti kepada orang tua, berbuat baik kepada tetangga, sedekah secara rahasia, menutup aib sesama muslim, amar ma'ruf dan nahi munkar, menunjuki orang yang tersesat, mengasihi anak yatim dan membantu keperluan orang yang membutuhkan, niscaya akan dibalas dengan kesempatan mengikuti sholat shubuh berjama'ah. Sebab kebaikan orang beriman itu merasa kesepian sehingga perlu mengundang kebaikan lain untuk menemaninya. Kebaikannya tidak betah sendirian.

4) Tinggalkan Keburukan, Pasti Anda Selamat!

Yaitu dengan menjaga organ tubuh dari hal-hal yang tidak halal. Contohnya: mengalihkan pandangan dari yang haram, menghindarkan lidah, pendengaran dan seluruh anggota tubuh dari hal-hal yang tidak halal dilakukan. Hasan Al-Basri rohimahulloh pernah ditanya: "Kenapa kami tidak bisa bangun sholat malam?". Ia menjawab: "Kesalahan-kesalahan kalian telah mengikat diri kalian". (latho'iful Ma'arif:107)

Barangsiapa tidur setelah mengerjakan kemaksiatan berupa menghibah seorang muslim, memperbincangkan sesuatu yang bathil, melihat sesuatu yang haram, menghina orang yang butuh, menyelisihi janji, memakan yang haram atau menghianati amanah, maka ia diganjar dengan tidak bisa mengikuti sholat shubuh berjama'ah. Karena orang yang berbuat buruk dimalam hari, maka ia akan dibalas ketika siangnya. Dan orang yang berbuat buruk disiang hari, maka ia akan diganjar ketika malamnya.

5) Memanfa'atkan Qoilulah (istirahat disiang hari).

Abu Dzar rodhiallohu anhu biasa menghindari anak-anak kecil agar tidak mendengar hiruk pikuk mereka, lalu ia tidur qoilulah. Ia ditanya tentang hal tersebut dan menjawab: "Sesungguhnya jiwaku ini adalah kendaraanku. Bila aku tidak bersikap baik kepadanya, maka ia tidak mau membawaku sampai ketujuan".

Tidur qoilulah adalah sunnah Nabi sholallohu alaihi wa sallam yang dipraktikkan Abu Dzar, sebagaimana telah diajarkan kepadanya oleh guru teladan, Nabi sholallohu alaihi wa sallam. Tidak diragukan lagi bahwa tidur siang sangat berguna untuk mengistirahatkan tubuh dari kepenatan, sehingga seseorang akan mampu bangun memenuhi panggilan adzan sholat Shubuh. Bila ia belum bangun sebelumnya.

6) Saudara-Saudara Yang Baik Yang Sudi Membantu.

Mereka laksana alat senjata untuk menghadapi utusan-utusan tidur dan tentara-tentara kemalasan dibawah kepemimpinan iblis. Berpesanlah pada mereka supaya membangunkan, mengingatkan, dan memperingatkanmu. Untuk tujuan tersebut, ikuti majelis-majelis mereka dan hadiri forum-forum mereka. Barangsiapa bergaul dengan suatu kaum, maka ia menjadi bagian dari mereka. Bila hatimu sakit pasti sembuh dan bila hatimu mati pasti akan hidup kembali.

Ingat, manakala Allah subhanahu wa ta'ala menghidupkan Ashhabul Kahfi, maka dia juga membangkitkan anjing mereka. Begitu pun, ketika Allah subhanahu wa ta'ala menghidupkan Uzair, maka Dia juga menghidupkan kembali keledainya.

7) Mengetahui Kedudukan Akhirat.

Andai dikatakan kepada anda: "Datanglah ketempat A pada jam tiga dini hari. Sebab, akan ada orang yang datang memberimu uang sekian ratus rupiah", apa yang anda lakukan? Tidak disangsikan, mata anda tidak bisa terpejam dan tidak bisa tidur tenang. Anda akan membolak-balikan tubuh diatas bara kerinduan dan terpanggang di atas api kegundahan. Anda menghitung jam, bahkan menit dan detik demi detik. Seolah-olah waktu yang panjang ada dihadapan anda. Dan pasti, anda akan berangkat satu jam sebelum waktunya, menunggu datangnya uang dengan penuh kerinduan.

Mana yang anda pilih; uang ratusan ribu atau surga? Pahala dunia atau pahala akhirat? Kesenangan sesaat atau nikmat abadi? Seandainya anda benar-benar mengetahui harga akhirat, pasti hati anda yang mabuk tersadar. (Hayatush Shohabah: 3/123)

8) Balas Musuhmu.

Bila sholat Shubuh bersama jama'ah terlewatkan olehmu, maka balaslah syaithon dengan balasan yang menyakitkan, agar ia takut dan tidak berani mendekatimu. Setelah sebelumnya ia mempersiapkanmu menjadi lalat dan kupu-kupu. Langkah pembalasan ini terwujud dengan berpuasa dihari engkau kehilangan sholat Shubuh, membaca Al-Qur'an lebih dari kebiasaan setiap harimu atau menunaikan ibadah apapun yang jiwa merasakan beban dan kepayahan karenanya. Semakin berat beban ibadah, semakin besar pula ketakutan syaithon. Balaslah pukulannya denngan pukulan pula, setiap kelalaian dengan kesadaran dan setiap kejerumusan dengan kebangkitan, niscaya engkau selamat dari tipu dayanya dan terbebas dari gangguannya. Jangan pernah sekali-kali engkau bersikap lembut kepadanya. Karena itu merupakan bukti kehinaan, pengecut dan awal dari kekalahan. Berikut pesan sang kepercayaan ummat, Abu Ubaidah bin Jarroh rodhiallohu anhu. Sebuah pesan yang menyuntikan harapan dalam dirimu, kendati engkau terbelenggu dosa-dosa dan dikelilingi kesalahan-kesalahan. Ia berkata: "Tangkallah kesalahan-kesalahan yang dulu dengan kebaikan-kebaikan yang baru. Andaikata salah seorang dari kalian melakukan keburukan sepenuh ruang antara dirinya dan langit, kemudian ia melakukan kebaikan, niscaya kebaikan itu turun menutupi keburukan-keburukannya dan menghilangkannya". (Hilyatul Aulia': 1/152)

Juga pesan Abdulloh bin Umar rodhiallohu anhuma, yang lebih memilih memberi nasehat dengan perbuatan dibanding dengan ucapan. Apabila Ibnu Umar rodhiallohu anhuma terlewatkan sholat berjama'ah, maka ia sholat sunnah ditambah dengan sholat yang lain untuk mengecewakan syaithon, memberinya pelajaran dan mengalahkannya.

9) Melihat Buah Kesabaran.

Barangsiapa mengetahui nikmatnya pahala, maka ia tidak akan mempedulikan pahitnya kesabaran. Orang yang berakal lagi cerdik mampu mengambil pelajaran dari segala apa yang disaksikan disekitarnya. Ia melihat roti belum menjadi putih sampai wajah pembuatnya menghitam (karena kelelahan). Mutiara tidak akan menghiasi leher kecuali setelah menghadapi bahaya menyelam kedasar lautan. Barangsiapa yang bergadang malam (untuk melakukan ibadah), maka ia akan menggapai keluhuran. Barangsiapa berlama-lama tidur, maka ia tidak akan tahan dihari tidur (dalam kubur). Daging rusa tidak halal, kecuali bila disembelih dan tidak baik untuk dimakan kecuali bila dipanggang dalam api. Sinar lilin menghancurkan dirinya sendiri. Semakin jauh perjalanan kafilah dagang, maka semakin besar pula keuntungannya. Bila harga barang mahal, maka ia akan membidik konsumen yang memiliki keinginan besar pula.

Hal ini telah disabdakan oleh sang guru kesabaran, Muhammad sholallohu alaihi wa sallam, beliau bersabda:

أَلَا إِنَّ سِلْعَةَ اللهِ غَالِيَةٌ، أَلَا إِنَّ سِلْعَةَ اللهِ الجَنَّةُ


"ketahuilah, sesungguhnya barang dagangan Allah itu mahal. Ketahuilah, sesungguhnya barang dagangan Allah adalah surga". (lihat shohih Jami Shogir: 6222)

Penutup
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Semoga Allah membimbing kita serta memberi kemudahan bagi kita dalam melaksanakan kewajiban sholat 5 waktu.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Semoga Bermanfaat (^^,)


artikel: nurulilmi

Syukur dikala Meraih Sukses

Di kala impian belum terwujud, kita selalu banyak memohon dan terus bersabar menantinya. Namun di kala impian sukses tercapai, kadang kita malah lupa daratan dan melupakan Yang Di Atas yang telah memberikan berbagai kenikmatan. Oleh karenanya, apa kiat ketika kita telah mencapai hasil yang kita idam-idamkan? Itulah yang sedikit akan kami kupas dalam tulisan sederhana ini.

Akui Setiap Nikmat Berasal dari-Nya


Inilah yang harus diakui oleh setiap orang yang mendapatkan nikmat. Nikmat adalah segala apa yang diinginkan dan dicari-cari. Nikmat ini harus diakui bahwa semuanya berasal dari Allah Ta'ala dan jangan berlaku angkuh dengan menyatakan ini berasal dari usahanya semata atau ia memang pantas mendapatkannya. Coba kita renungkan firman Allah Ta’ala,

لا يَسْأَمُ الإنْسَانُ مِنْ دُعَاءِ الْخَيْرِ وَإِنْ مَسَّهُ الشَّرُّ فَيَئُوسٌ قَنُوطٌ


“Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan.” (QS. Fushshilat: 49). Atau pada ayat lainnya,

وَإِذَا أَنْعَمْنَا عَلَى الْإِنْسَانِ أَعْرَضَ وَنَأَى بِجَانِبِهِ وَإِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ فَذُو دُعَاءٍ عَرِيضٍ


“Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ia ditimpa malapetaka, maka ia banyak berdoa.” (QS. Fushshilat: 51)

Inilah tabiat manusia, yang selalu tidak sabar jika ditimpa kebaikan atau kejelekan. Ia akan selalu berdo’a pada Allah agar diberikan kekayaan, harta, anak keturunan, dan hal dunia lainnya yang ia cari-cari. Dirinya tidak bisa merasa puas dengan yang sedikit. Atau jika sudah diberi lebih pun, dirinya akan selalu menambah lebih. Ketika ia ditimpa malapetaka (sakit dan kefakiran), ia pun putus asa. Namun lihatlah bagaimana jika ia mendapatkan nikmat setelah itu? Bagaimana jika ia diberi kekayaan dan kesehatan setelah itu? Ia pun lalai dari bersyukur pada Allah, bahkan ia pun melampaui batas sampai menyatakan semua rahmat (sehat dan kekayaan) itu didapat karena ia memang pantas memperolehnya. Inilah yang diisyaratkan dalam firman Allah Ta'ala,

وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ رَحْمَةً مِنَّا مِنْ بَعْدِ ضَرَّاءَ مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ هَذَا لِي


“Dan jika Kami merasakan kepadanya sesuatu rahmat dari Kami sesudah dia ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata: "Ini adalah hakku.”(QS. Fushshilat: 50)

Sifat orang beriman tentu saja jika ia diberi suatu nikmat dan kesuksesan yang ia idam-idamkan, ia pun bersyukur pada Allah. Bahkan ia pun khawatir jangan-jangan ini adalah istidroj (cobaan yang akan membuat ia semakin larut dalam kemaksiatan yang ia terjang). Sedangkan jika hamba tersebut tertimpa musibah pada harta dan anak keturunannya, ia pun bersabar dan berharap karunia Allah agar lepas dari kesulitan serta ia tidak berputus asa.[1]

Ucapkanlah “Tahmid”


Inilah realisasi berikutnya dari syukur yaitu menampakkan nikmat tersebut dengan ucapan tahmid (alhamdulillah) melalui lisan. Ini adalah sesuatu yang diperintahkan sebagaimana firman Allah Ta'ala,

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ


“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” (QS. Adh Dhuha: 11)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

التَّحَدُّثُ بِنِعْمَةِ اللهِ شُكْرٌ ، وَتَرْكُهَا كُفْرٌ


“Membicarakan nikmat Allah termasuk syukur, sedangkan meninggalkannya merupakan perbuatan kufur.” (HR. Ahmad, 4/278. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana dalam Shahih Al Jaami’ no. 3014).

Lihat pula bagaimana impian Nabi Ibrahim tercapai ketika ia memperoleh anak di usia senja. Ketika impian tersebut tercapai, beliau pun memperbanyak syukur pada Allah sebagaimana do'a beliau ketika itu,

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَهَبَ لِي عَلَى الْكِبَرِ إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِنَّ رَبِّي لَسَمِيعُ الدُّعَاءِ


“Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa. ” (QS. Ibrahim: 39).

Para ulama salaf ketika mereka merasakan nikmat Allah berupa kesehatan dan lainnya, lalu mereka ditanyakan, “Bagaimanakah keadaanmu di pagi ini?” Mereka pun menjawab, “Alhamdulillah (segala puji hanyalah bagi Allah).”[2]

Oleh karenanya, hendaklah seseorang memuji Allah dengan tahmid (alhamdulillah) atas nikmat yang diberikan tersebut. Ia menyebut-nyebut nikmat ini karena memang terdapat maslahat dan bukan karena ingin berbangga diri atau sombong. Jika ia malah melakukannya dengan sombong, maka ini adalah suatu hal yang tercela.[3]

Memanfaatkan Nikmat dalam Amal Ketaatan


Yang namanya syukur bukan hanya berhenti pada dua hal di atas yaitu mengakui nikmat tersebut pada Allah dalam hati dan menyebut-nyebutnya dalam lisan, namun hendaklah ditambah dengan yang satu ini yaitu nikmat tersebut hendaklah dimanfaatkan dalam ketaaatan pada Allah dan menjauhi maksiat.

Contohnya adalah jika Allah memberi nikmat dua mata. Hendaklah nikmat tersebut dimanfaatkan untuk membaca dan mentadaburi Al Qur’an, jangan sampai digunakan untuk mencari-cari aib orang lain dan disebar di tengah-tengah kaum muslimin. Begitu pula nikmat kedua telinga. Hendaklah nikmat tersebut dimanfaatkan untuk mendengarkan lantunan ayat suci, jangan sampai digunakan untuk mendengar lantunan yang sia-sia. Begitu pula jika seseorang diberi kesehatan badan, maka hendaklah ia memanfaatkannya untuk menjaga shalat lima waktu, bukan malah meninggalkannya. Jadi, jika nikmat yang diperoleh oleh seorang hamba malah dimanfaatkan untuk maksiat, maka ini bukan dinyatakan sebagai syukur.

Intinya, seseorang dinamakan bersyukur ketika ia memenuhi 3 rukun syukur: [1] mengakui nikmat tersebut secara batin (dalam hati), [2] membicarakan nikmat tersebut secara zhohir (dalam lisan), dan [3] menggunakan nikmat tersebut pada tempat-tempat yang diridhoi Allah (dengan anggota badan).

Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah mengatakan,

وَأَنَّ الشُّكْرَ يَكُونُ بِالْقَلْبِ وَاللِّسَانِ وَالْجَوَارِحِ


“Syukur haruslah dijalani dengan mengakui nikmat dalam hati, dalam lisan dan menggunakan nikmat tersebut dalam anggota badan.”[4]

Merasa Puas dengan Rizki Yang Allah Beri


Karakter asal manusia adalah tidak puas dengan harta. Hal ini telah diisyaratkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berbagai haditsnya. Ibnu Az Zubair pernah berkhutab di Makkah, lalu ia mengatakan,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - كَانَ يَقُولُ « لَوْ أَنَّ ابْنَ آدَمَ أُعْطِىَ وَادِيًا مَلأً مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَانِيًا ، وَلَوْ أُعْطِىَ ثَانِيًا أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَالِثًا ، وَلاَ يَسُدُّ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ »


“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya manusia diberi lembah penuh dengan emas, maka ia masih menginginkan lembah yang kedua semisal itu. Jika diberi lembah kedua, ia pun masih menginginkan lembah ketiga. Perut manusia tidaklah akan penuh melainkan dengan tanah. Allah tentu menerima taubat bagi siapa saja yang bertaubat.” (HR. Bukhari no. 6438)

Inilah watak asal manusia. Sikap seorang hamba yang benar adalah selalu bersyukur dengan nikmat dan rizki yang Allah beri walaupun itu sedikit. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ


“Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad, 4/278. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 667)

Dan juga mesti kita yakini bahwa rizki yang Allah beri tersebut adalah yang terbaik bagi kita karena seandainya Allah melebihkan atau mengurangi dari yang kita butuh, pasti kita akan melampaui batas dan bertindak kufur. Allah Ta'ala berfirman,

وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ


“Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syuraa: 27)

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Seandainya Allah memberi hamba tersebut rizki lebih dari yang mereka butuh, tentu mereka akan melampaui batas, berlaku kurang ajar satu dan lainnya, serta akan bertingkah sombong.” Selanjutnya Ibnu Katsir menjelaskan, “Akan tetapi Allah memberi rizki pada mereka sesuai dengan pilihan-Nya dan Allah selalu melihat manakah yang maslahat untuk mereka. Allah tentu yang lebih mengetahui manakah yang terbaik untuk mereka. Allah-lah yang memberikan kekayaan bagi mereka yang Dia nilai pantas menerimanya. Dan Allah-lah yang memberikan kefakiran bagi mereka yang Dia nilai pantas menerimanya.”[5]

Patut diingat pula bahwa nikmat itu adalah segala apa yang diinginkan seseorang. Namun apakah nikmat dunia berupa harta dan lainnya adalah nikmat yang hakiki? Para ulama katakan, tidak demikian. Nikmat hakiki adalah kebahagiaan di negeri akhirat kelak. Tentu saja hal ini diperoleh dengan beramal sholih di dunia. Sedangkan nikmat dunia yang kita rasakan saat ini hanyalah nikmat sampingan semata. Semoga kita bisa benar-benar merenungkan hal ini.[6]

Jadilah Hamba yang Rajin Bersyukur


Pandai-pandailah mensyukuri nikmat Allah apa pun itu. Karena keutamaan orang yang bersyukur amat luar biasa. Allah Ta'ala berfirman,

وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ


“Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imron: 145)

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ


“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".” (QS. Ibrahim: 7)

----------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Ya Allah, anugerahkanlah kami sebagai hamba -Mu yang pandai bersyukur pada-Mu dan selalu merasa cukup dengan segala apa yang engkau beri".
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Baca juga artikel sebelumnya: Disaat Impian Belum Terwujud untuk lebih bisa memaknai arti "syukur dikala meraih sukses".

Hanya Allahyang beri taufik.

semoga bermanfaat (^^,)


Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel rumaysho.com

Kerja adalah Sebuah Kehormatan

Sebuah Pidato Seorang Karyawan di Bekasi


Selamat siang bapak / ibu,

Nama saya sudibyo dari Production control. Pada kesempatan kali ini saya akan berpidato dengan tema KERJA ADALAH SEBUAH KEHORMATAN. Seperti yang kita ketahui PT NOK sudah berdiri 12 th yang lalu dimana sekarang perkembangannya sudah sangat Baik. Pada waktu saya pertama bergabung di NOK sekitar 10 th lalu dimana karyawan masih berjumlah 300 orang dan posisi jabatan saya masih sebagai operator begitu banyak pengalaman sedih dan senang yang saya alami sampai dengan saat ini. Sampai kadangkala sering membuat saya putus asa atas ketidak adilan yang saya terima atas hasil dari pekerjaan yang saya lakukan, sampai akhirnya saya disadari oleh seorang teman yang memberikan nasihat berupa cerita .. yang sampai saat ini saya pakai sebagai penambah sprit apabila saya mulai mengalami keputus asaan dalam bekerja. Ceritanya seperti ini.

Seorang pemuda yang sedang lapar pergi menuju restoran jalanan dan iapun menyantap makanan yang telah dipesan. Saat pemuda itu makan datanglah seorang anak kecil laki-laki menjajakan kue kepada pemuda tersebut, “Pak mau beli kue, Pak?” Dengan ramah pemuda yang sedang makan menjawab “Tidak, saya sedang makan”. Anak kecil tersebut tidaklah berputus asa dengan tawaran pertama. Ia tawarkan lagi kue setelah pemuda itu selesai makan, pemuda tersebut menjawab: “Tidak dik saya sudah kenyang”.

Setelah pemuda itu membayar ke kasir dan beranjak pergi dari warung kaki lima, anak kecil penjaja kue tidak menyerah dengan usahanya yang sudah hampir seharian menjajakan kue buatan bunda. Mungkin anak kecil ini berpikir “Saya coba lagi tawarkan kue ini kepada bapak itu, siapa tahu kue ini dijadikan oleh-oleh buat orang di rumah”. Ini adalah sebuah usaha yang gigih membantu ibunda untuk menyambung kehidupan yang serba pas-pasan ini.

Saat pemuda tadi beranjak pergidari warung tersebut anak kecil penjaja kue menawarkan ketiga kali kue dagangan. “Pak mau beli kue saya?”, pemuda yang ditawarkan jadi risih juga untuk menolak yang ketiga kalinya, kemudian ia keluarkan uang Rp 2000,- dari dompet dan ia berikan sebagai sedekah saja. “Dik ini uang saya kasih, kuenya nggak usah saya ambil, anggap saja ini sedekahan dari saya buat adik”.

Lalu uang yang diberikan pemuda itu ia ambil dan diberikan kepada pengemis yang sedang meminta-minta. Pemuda tadi jadi bingung, lho ini anak dikasih uang kok malah dikasihkan kepada orang lain. “Kenapa kamu berikan uang tersebut, kenapa tidak kamu ambil?". Anak kecil penjaja kue tersenyum lugu menjawab, “Saya sudah berjanji sama ibu di rumah,ingin menjualkan kue buatan ibu, bukan jadi pengemis, dan saya akan bangga pulang ke rumah bertemu ibu kalau kue buatan ibu terjual habis. Dan uang yang saya berikan kepada ibu hasil usaha kerja keras saya. Ibu saya tidak suka saya jadi pengemis”.

Pemuda tadi jadi terkagum dengan kata-kata yang diucapkan anak kecil penjaja kue yang masih sangat kecil buat ukuran seorang anak yang sudah punya etos kerja bahwa “kerja itu adalah sebuah kehormatan”, kalau dia tidak sukses bekerja menjajakan kue, ia berpikir kehormatan kerja di hadapan ibunya mempunyai nilai yang kurang. Suatu pantangan bagi ibunya, bila anaknya menjadi pengemis, ia ingin setiap ia pulang ke rumah melihat ibu tersenyum menyambut kedatangannya dan senyuman bunda yang tulus ia balas dengan kerja yang terbaik dan menghasilkan uang.

Kemudian pemuda tadi memborong semua kue yang dijajakan lelaki kecil, bukan karena ia kasihan, bukan karena ia lapar tapi karena prinsip yang dimiliki oleh anak kecil itu “kerja adalah sebuah kehormatan”, ia akan mendapatkan uang kalau ia sudah bekerja dengan baik.

Makna yang bisa diambil :
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kerja bukanlah masalah uang semata, namun lebih mendalam mempunyai sesuatu arti bagi hidup kita. Kadang mata kita menjadi “hijau” melihat uang, sampai akhirnya melupakan apa arti pentingnya kebanggaan profesi yg kita miliki.

Bukan masalah tinggi rendah atau besar kecilnya suatu profesi, namun yang lebih penting adalah etos kerja, dalam arti penghargaan terhadap apa yang kita kerjakan. Sekecil apapun yang kita kerjakan, sejauh itu memberikan rasa bangga di dalam diri, maka itu akan memberikan arti besar.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Begitulah cerita ini saya ingat selalu sehingga saya bisa bekerja tanpa keputus asaan lagi, dan saya. Tetap berharap bisa maju bersama NOK sampai masa pensiun saya nanti. Terima kasih NOK, jayalah Selalu. Dan terima kasih kepada temanku yang telah memberikan cerita ini. Demikian pidato ini saya sampaikan mungkin bisa berguna bagi kita semua. Terimakasih

Rebell Says:
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Cerita yang memberikan Inspirasi & Motivasi bagi saya. Thanks."
Semoga Bermanfaat (^^,)


Share : syntaxerror

Ketika Amalan Tercampur Riya dan Keinginan Dunia

Amalan yang Tercampur Riya’



  1. Jika riya’ ada dalam setiap ibadah, maka itu hanya ada pada orang munafik dan orang kafir.

  2. Jika ibadah dari awalnya tidak ikhlas, maka ibadahnya tidak sah dan tidak diterima.

  3. Niat awal dalam ibadahnya ikhlas, namun di pertengahan ia tujukan ibadahnya pada makhluk, maka pada saat ini ibadahnya juga batal.

  4. Niat awal dalam ibadahnya ikhlas, namun di pertengahan ia tambahkan dari amalan awalnya tadi kepada selain Allah –misalnya dengan ia perpanjang bacaan qur’annya dari biasanya karena ada temannya-, maka tambahannya ini yang dinilai batal. Namun niat awalnya tetap ada dan tidak batal. Inilah amalan yang tercampur riya.

  5. Jika niat awalnya sudah ikhas, namun setelah ia lakukan ibadah muncul pujian dari orang lain tanpa ia cari-cari, maka ini adalah berita gembira berupa kebaikan yang disegerakan bagi orang beriman, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.[1]



Beramal Akhirat untuk Mendapatkan Dunia



Niat seseorang ketika beramal ada beberapa macam:

[Pertama] Jika niatnya adalah murni untuk mendapatkan dunia ketika dia beramal dan sama sekali tidak punya keinginan mengharap wajah Allah dan kehidupan akhirat, maka orang semacam ini di akhirat tidak akan mendapatkan satu bagian nikmat pun. Perlu diketahui pula bahwa amalan semacam ini tidaklah muncul dari seorang mukmin. Orang mukmin walaupun lemah imannya, dia pasti selalu mengharapkan wajah Allah dan negeri akhirat.

[Kedua] Jika niat seseorang adalah untuk mengharap wajah Allah dan untuk mendapatkan dunia sekaligus, entah niatnya untuk kedua-duanya sama atau mendekati, maka semacam ini akan mengurangi tauhid dan keikhlasannya. Amalannya dinilai memiliki kekurangan karena keikhlasannya tidak sempurna.

[Ketiga] Adapun jika seseorang telah beramal dengan ikhlash, hanya ingin mengharap wajah Allah semata, akan tetapi di balik itu dia mendapatkan upah atau hasil yang dia ambil untuk membantunya dalam beramal (semacam mujahid yang berjihad lalu mendapatkan harta rampasan perang, para pengajar dan pekerja yang menyokong agama yang mendapatkan upah dari negara setiap bulannya), maka tidak mengapa mengambil upah tersebut. Hal ini juga tidak mengurangi keimanan dan ketauhidannya, karena semula dia tidak beramal untuk mendapatkan dunia. Sejak awal dia sudah berniat untuk beramal sholeh dan menyokong agama ini, sedangkan upah yang dia dapatkan adalah di balik itu semua yang nantinya akan menolong dia dalam beramal dan beragama.[2]

Adapun amalan yang seseorang lakukan untuk mendapatkan balasan dunia ada dua macam:

[Pertama] Amalan yang tidak disebutkan di dalamnya balasan dunia. Namun seseorang melakukan amalan tersebut untuk mengharapkan balasan dunia, maka semacam ini tidak diperbolehkan bahkan termasuk kesyirikan.

Misalnya: Seseorang melaksanakan shalat Tahajud. Dia berniat dalam hatinya bahwa pasti dengan melakukan shalat malam ini, anaknya yang akan lahir nanti adalah laki-laki. Ini tidak dibolehkan karena tidak ada satu dalil pun yang menyebutkan bahwa dengan melakukan shalat Tahajud akan mendapatkan anak laki-laki.

[Kedua] Amalan yang disebutkan di dalamnya balasan dunia. Contohnya adalah silaturrahim dan berbakti kepada kedua orang tua. Semisal silaturrahim, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ


“Barangsiapa senang untuk dilapangkan rizki dan dipanjangkan umurnya, maka jalinlah tali silaturrahim (hubungan antar kerabat).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jika seseorang melakukan amalan semacam ini, namun hanya ingin mengharapkan balasan dunia saja dan tidak mengharapkan balasan akhirat, maka orang yang melakukannya telah terjatuh dalam kesyirikan. Namun, jika dia melakukannya tetap mengharapkan balasan akhirat dan dunia sekaligus, juga dia melakukannya dengan ikhlash, maka ini tidak mengapa dan balasan dunia adalah sebagai tambahan nikmat untuknya karena syari’at telah menunjukkan adanya balasan dunia dalam amalan ini.[3]

Sebenarnya jika seseorang ikhlas dalam beramal tanpa mengharap-harap dunia, maka dunia akan datang dengan sendirinya. Semoga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bisa menjadi renungan bagi kita semua,

مَنْ كَانَتِ الآخِرَةُ هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ غِنَاهُ فِى قَلْبِهِ وَجَمَعَ لَهُ شَمْلَهُ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِىَ رَاغِمَةٌ وَمَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَفَرَّقَ عَلَيْهِ شَمْلَهَ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ مَا قُدِّرَ لَهُ


“Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai akhirat, maka Allah akan memberikan kecukupan dalam hatinya, Dia akan menyatukan keinginannya yang tercerai berai, dunia pun akan dia peroleh dan tunduk hina padanya. Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai dunia, maka Allah akan menjadikan dia tidak pernah merasa cukup, akan mencerai beraikan keinginannya, dunia pun tidak dia peroleh kecuali yang telah ditetapkan baginya.”[4]

Penutup


Bagaimana Cara Agar Ikhlas?

  1. Mendalami ilmu ikhlas dan riya’.

  2. Mengenal nama dan sifat Allah dan lebih mendalami tauhid.

  3. Selalu memohon kepada Allah agar dimudahkan untuk ikhlas dalam setiap amalan.

  4. Berpikir bahwa dunia ini akan fana.

  5. Takut mati dalam keadaan su’ul khotimah (akhir yang jelek) dan takut terhadap siksa kubur.

  6. Memikirkan kenikmatan surga bagi orang-orang yang berbuat ikhlas.

  7. Mengingat siksa neraka bagi orang-orang yang berbuat riya’.

  8. Takut akan terhapusnya amalan karena riya’.

  9. Semangat dalam menyembunyikan amalan, rutin dalam melakukan shalat malam dan puasa sunnah.

  10. Meninggalkan rasa tamak pada apa yang ada pada manusia.

  11. Memiliki waktu untuk mengasingkan diri dan menyendiri untuk beramal.

  12. Bersahabat dengan orang-orang sholih yang selalu ikhlas dalam amalannya.

  13. Membaca kisah-kisah orang yang berbuat ikhlas.

  14. Sering muhasabah atau introspeksi diri.

  15. Mengingat bahwa setan tidak akan mengganggu orang-orang yang berusaha untuk ikhlas.[5]


Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk menjadi orang-orang yang berbuat ikhlas dalam beramal. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.


Al Faqir Ilallah: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.com

Disaat Impian Belum Terwujud

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman.

Setiap orang pasti memiliki impian dan cita-cita. Berbagai usaha pun dikerahkan untuk mencapai impian tersebut. Namun kadang usaha untuk menggapai impian kandas di tengah jalan dikarenakan berbagai rintangan dari dalam maupun dari luar. Tentu saja impian yang kami maksudkan di sini adalah impian yang logis yang bisa dicapai dan bukan hanya khayalan di negeri antah berantah. Di saat impian tadi belum terwujud, bagaimanakah cara untuk menggapainya? Semoga tulisan ini bisa memberikan solusi terbaik.

Belajar dari Kisah Ibrahim 'alaihis salam dan Istrinya



Suatu pelajaran yang patut dicontoh adalah kisah Nabi Ibrahim 'alaihis salam bersama istrinya, Sarah. Lihatlah impiannya untuk memiliki anak sekian lama, akhirnya bisa terwujud. Padahal ada tiga sebab yang menjadi penghalang ketika itu. Sarah sudah sangat tua, Ibrahim pun demikian dan Sarah adalah wanita yang mandul.[1] Ada ulama yang berpendapat bahwa ketika anaknya Ishaq itu lahir, Sarah berusia 90-an tahun dan Ibrahim berusia 100-an tahun.[2] Namun di usia sudah sangat senja seperti itu, Allah Ta'ala memudahkan mereka memiliki anak, yaitu Ishaq yang akan menjadi seorang Nabi. Mengenai kisah Ibrahim dan Sarah, kita dapat melihat dalam dua surat. Dalam kisah mereka, Allah Ta'ala menceritakan kedatangan tamu (para malaikat). Ia pun dan istrinya menjamu mereka dengan sangat baiknya dan malaikat tersebut membawa kabar gembira pada Ibrahim dan Sarah atas kelahiran Ishaq,

فَأَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيفَةً قَالُوا لَا تَخَفْ وَبَشَّرُوهُ بِغُلَامٍ عَلِيمٍ (28) فَأَقْبَلَتِ امْرَأَتُهُ فِي صَرَّةٍ فَصَكَّتْ وَجْهَهَا وَقَالَتْ عَجُوزٌ عَقِيمٌ (29) قَالُوا كَذَلِكِ قَالَ رَبُّكِ إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيمُ الْعَلِيمُ (30)


“(Tetapi mereka tidak mau makan), karena itu Ibrahim merasa takut terhadap mereka. Mereka berkata: "Janganlah kamu takut", dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishak). Kemudian isterinya datang memekik lalu menepuk mukanya sendiri seraya berkata: "(Aku adalah) seorang perempuan tua yang mandul". Mereka berkata: "Demikianlah Tuhanmu memfirmankan" Sesungguhnya Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. ” (QS. Adz Dzariyaat: 24-30)

Dalam surat Huud, Allah Ta'ala menceritakan,

وَامْرَأَتُهُ قَائِمَةٌ فَضَحِكَتْ فَبَشَّرْنَاهَا بِإِسْحَاقَ وَمِنْ وَرَاءِ إِسْحَاقَ يَعْقُوبَ (71) قَالَتْ يَا وَيْلَتَا أَأَلِدُ وَأَنَا عَجُوزٌ وَهَذَا بَعْلِي شَيْخًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عَجِيبٌ (72)


“Dan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu dia tersenyum, maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Ya'qub. Isterinya berkata: "Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamikupun dalam keadaan yang sudah tua pula?. Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh." ” (QS. Huud: 71-72)

Lihatlah bagaimana impian Sarah dan Ibrahim untuk memiliki anak baru terwujud setelah mereka berada di usia sangat-sangat tua. Ketika menyebutkan kisah ini, Allah Ta'ala pun mengatakan di akhir kisah bahwa Allah itu Al 'Alim (Maha Mengilmui) dan Al Hakim (Maha Bijaksana). Artinya, Allah Ta'ala memiliki ilmu yang sempurna. Sedangkan Allah itu Al Hakim menunjukkan bahwa Allah memiliki kehendak, keadilan, rahmat, ihsan, dan kebaikan yang sempurna. Di samping itu Allah Ta'ala pun betul-betul menempatkan sesuatu pada tempatnya. Inilah pelajaran di balik nama Allah Al Alim dan Al Hakim.[3] Suatu yang mustahil dapat terjadi jika Allah menghendaki. Suatu impian yang sulit terwujud dapat digapai dengan kekuasaan Allah. Allah Ta'ala berfirman,

وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ


“Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.” (QS. Yusuf: 21). Maha Mulia Allah Ta'ala dengan segala sifat-sifatnya yang maha sempurna.

Pahamilah Takdir Ilahi


Ketahuilah setiap yang terjadi di muka bumi ini sudah tercatat di Lauhul Mahfuzh sejak 50.000 tahun yang lalu sebelum penciptaan langit dan bumi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ


“Allah telah mencatat takdir setiap makhluk sebelum 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR. Muslim no. 2653, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash)

Jika seseorang mengimani takdir ini dengan benar, maka ia pasti akan memperoleh kebaikan yang teramat banyak. Ibnul Qayyim mengatakan, “Landasan setiap kebaikan adalah jika engkau tahu bahwa setiap yang Allah kehendaki pasti terjadi dan setiap yang tidak Allah kehendaki tidak akan terjadi.” (Al Fawaid, hal. 94) [4]

Yang Allah takdirkan tidaklah sia-sia. Pasti ada hikmah di balik itu semua. Allah Ta'ala berfirman,

أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ (115) فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ (116)


“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan (Yang mempunyai) 'Arsy yang mulia.” (QS. Al Mu’minun: 115-116)

وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لَاعِبِينَ (38) مَا خَلَقْنَاهُمَا إِلَّا بِالْحَقِّ


“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq.” (QS. Ad Dukhan: 38-39). Oleh karena itu, jika impian itu belum terwujud, maka perlu kita pahami bahwa itulah ketentuan Allah. Allah menjanjikan hikmah di balik itu semua karena sifat hikmah yang sempurna yang Dia miliki.

Terus Tawakkal dan Berusaha Semaksimal Mungkin


Kita harus punya sifat optimis dengan selalu bertawakkal (menyandarkan hati pada Allah) dan tetap berusaha untuk menggapai impian yang kita cita-citakan. Ingatlah bahwa siapa saja yang bertakwa dan bertawakkal pada Allah Ta'ala dengan sebenar-benarnya, maka pasti Allah Ta'ala akan memberikan ia jalan keluar dan akan memberikan ia selalu kecukupan. Allah Ta'ala berfirman,

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ


“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Tholaq: 2-3)

Perlu diperhatikan bahwa impian bukan sekedar angan-angan yang tidak ada realisasinya. Jika impian ingin dicapai, tentu harus ada usaha semaksimal mungkin. Cobalah kita saksikan contoh gampangnya adalah seekor burung ketika ia ingin menggapai impiannya untuk memperoleh makanan di hari itu, dia pun pergi ke luar sarangnya untuk mencari hajat yang ia butuhkan. Ketika pulang pun ia dalam keadaan tenang. Inilah yang diisyaratkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصاً وَتَرُوحُ بِطَاناً


“Seandainya kalian betul-betul bertawakkal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rizki sebagaimana burung mendapatkan rizki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dari Umar bin Al Khottob;derajat hasan). Lihatlah bagaimana seekor burung saja mewujudkan impiannya dengan mencari rizki, dengan berusaha semaksimal mungkin. Bagaimanakah lagi kita selaku insan yang diberi anugerah akal oleh Sang Kholiq?

Teruslah Memohon pada Allah


Untuk mewujudkan impian, janganlah lupakan Yang Di Atas. Kadang kita lalai dan hanya bergantung pada diri kita sendiri yang lemah dan tidak memiliki kemampuan apa-apa. Maka perbanyaklah do'a. Karena setiap do'a pastilah bermanfaat. Allah Ta'ala berfirman,

ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ


“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (QS. Al Mu'min: 60)

Jika ada yang bertanya, “Aku sudah seringkali berdo'a, namun mengapa impianku belum tercapai juga?” Kami bisa memberi jawaban sebagai berikut:

Pertama: Do'a boleh jadi terkabul, namun kita saja yang tidak mengetahui bentuk terkabulnya. Terkabulnya do'a bisa jadi dengan dipalingkan dari kejelekan dari do'a yang kita minta. Dan boleh jadi Allah simpan terkabulnya do'a tadi di akhirat kelak. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ « اللَّهُ أَكْثَرُ »


“Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: [1] Allah akan segera mengabulkan do’anya, [2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan do'a-do'a kalian.” (HR. Ahmad, dari Abu Sa'id; derajat hasan)

Contohnya seseorang berdo'a, “Allahummar-zuqnii, Allahummar-zuqnii” (Ya Allah, berilah aku rizki. Ya Allah, berilah aku rizki). Boleh jadi do'a tersebut, Allah kabulkan segera atau diakhirkan. Allah Ta'ala Maha Mengetahui yang terbaik untuk hamba tersebut. Bahkan boleh jadi pula, Allah simpan do'a tersebut untuk meninggikan derajatnya di surga. Ini tentu saja lebih tinggi dari kebahagiaan di dunia. Kebahagiaan di akhirat kelak tentu jauh berbeda dari kebahagiaan di dunia. Malik bin Dinar mengatakan,

لو كانت الدنيا من ذهب يفنى ، والآخرة من خزف يبقى لكان الواجب أن يؤثر خزف يبقى على ذهب يفنى ، فكيف والآخرة من ذهب يبقى ، والدنيا من خزف يفنى؟


“Seandainya dunia adalah emas yang akan fana, dan akhirat adalah tembikar yang kekal abadi, maka tentu saja seseorang wajib memilih sesuatu yang kekal abadi (yaitu tembikar) daripada emas yang nanti akan fana. Lalu bagaimana lagi jika akhirat itu adalah emas yang akan kekal abadi dan dunia adalah tembikar yang akan fana?”[5]

Kedua: Terkabulnya do'a boleh jadi diakhirkan agar seseorang tetap giat dan bersemangat dalam berdo'a. Ketika ia giat berdo'a, maka ia pun akan mendapatkan ketinggian derajat di akhirat kelak. Cobalah kita perhatikan apa yang terjadi pada para Nabi 'alaihimush sholaatu wa salaam. Mereka terus saja berdo'a dan memperbanyak do'a, namun terkabulnya do'a mereka diakhirkan agar mereka tetap semangat dalam berdo'a. Di antara contohnya adalah Nabi Ayyub 'alaihis salam yang diberi cobaan penyakit selama 18 tahun sehingga ia pun dijauhi kerabat dan yang lainnya. Namun ia tetap terus berdo'a dan berdo'a. Allah pun memujinya karena kesabarannya tersebut,

إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ


“Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan-nya).” (QS. Shaad: 44)[6]

Ketiga: Boleh jadi do'a tersebut sulit terkabul karena beberapa faktor penghalang. Di antara faktor penghalang adalah seseorang mengangkat tangan ke langit, namun ia sering mengkonsumsi makanan, minuman dan menggunakan pakaian yang haram atau diperoleh dari hasil yang haram (sebagaimana disebut dalam hadits riwayat Muslim no. 1015, dari Abu Hurairah). Inilah yang membuat do'a seseorang sulit terkabul. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita rajin mengintrospeksi diri, siapa tahu do'a kita tidak kunjung terkabul karena sebab mengkonsumsi yang haram.

Penutup


Teruslah berusaha, memohon pada Allah, dan janganlah putus asa. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ


“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Akan tetapi hendaklah kau katakan: ‘Ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan law (seandainya) dapat membuka pintu syaithon.” (HR. Muslim no. 2664, dari Abu Hurairah)

Jadikanlah impian kita semata-mata untuk tujuan akhirat dan bukan dunia semata. Jika ingin meraih kekayaan, jadikanlah ia sebagai amal sholih untuk tujuan akhirat. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَانَتِ الآخِرَةُ هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ غِنَاهُ فِى قَلْبِهِ وَجَمَعَ لَهُ شَمْلَهُ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِىَ رَاغِمَةٌ وَمَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَفَرَّقَ عَلَيْهِ شَمْلَهَ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ مَا قُدِّرَ لَهُ


“Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai akhirat, maka Allah akan memberikan kecukupan dalam hatinya, Dia akan menyatukan keinginannya yang tercerai berai, dunia pun akan dia peroleh dan tunduk hina padanya. Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai dunia, maka Allah akan menjadikan dia tidak pernah merasa cukup, akan mencerai beraikan keinginannya, dunia pun tidak dia peroleh kecuali yang telah ditetapkan baginya.” (HR. Tirmidzi no. 2465, shahih)

Ketika impian tercapai, maka perbanyaklah syukur pada Allah dengan selalu taat dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Lihatlah bagaimana do'a Ibrahim ketika di usia senja ia masih diberi keturunan.

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَهَبَ لِي عَلَى الْكِبَرِ إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِنَّ رَبِّي لَسَمِيعُ الدُّعَاءِ (39)


“Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa. ” (QS. Ibrahim: 39). Ada ulama yang mengatakan bahwa ketika Isma'il lahir, usia Ibrahim 99 tahun dan ketika Ishaq lahir, usia beliau 112 tahun.[7]

Semoga tulisan ini bermanfaat. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.



Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel http://rumaysho.com

Larangan Berputus Asa dari Rahmat Allah

Allah SWT berfirman (artinya), "Mereka menjawab, 'Kami menyampaikan berita gembira kepadamu dengan benar, maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa.' Ibrahim berkata, 'Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Rabb-Nya, kecuali orang-orang yang sesat'." (Al-Hijr: 55-56) .

Allah SWT berfirman, "Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir." (Yusuf: 87).

Diriwayatkan dari 'Abdullah bin 'Abbas r.a., bahwa ada seorang lelaki yang berkata: "Wahai Rasulullah, apa itu dosa besar?" Rasulullah saw. menjawab (artinya), 'Syirik kepada Allah, pesimis terhadap karunia Allah, dan berputus asa dari rahmat Allah'." (Hasan, HR Al-Bazzar [106/lihat Kasyful Atsaar], Thabrani dalam Al-Kabiir [8783, 8784 dan 8785], dan 'Abdurrazaq [19701]).

Pelajaran yang bisa kita ambil:


1. Rahmah (kasih sayang) merupakan salah satu dari sifat Allah.
berdasarkan ketetapan Al-Qur'an dan As-Sunnah, sifat kasih sayang yang layak bagi Allah sebagaimana sifat-sifat Allah lainnya.
2. Pengaruh sifat ini dapat terlihat jelas di alam semesta, khususnya pada makhluk hidup.
Nikmat dan karunia-Nya merupakan bukti keberadaan rahmat Allah yang Mahasempurna dan Mahaluas.
3. Rahmat Allah meliputi segala sesuatu dan menaungi semua makhluk.
Tidak ada satu pun di alam semesta ini kecuali mendapat siraman rahmat Allah SWT.

Allah 'Azza wa jalla berfirman tentang para Malaikat pengangkat 'Arsy dan Malaikat-malaikat yang berada di sekelilingnya, "Ya Rabb kami, rahmat dan ilmu-Mu meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan-Mu dan peliharalah mereka dari siksaan Neraka yang menyala-menyala." (Al-Mukmin: 7).

Allah SWT berfirman, "Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami." (Al-A'raaf: 156).
4. Oleh sebab itu, pintu rahmat Allah terbuka bagi orang-orang yang telah menganiaya diri mereka sendiri untuk bertaubat.
Allah SWT berfirman, "Katakanlah, 'Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Mahapengampun lagi Mahapenyayang'." (Az-Zumaar: 53).

Dalam hadits Abu Hurairah r.a. yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah saw. bersabda, "Sekiranya hamba Mukmin tahu siksa yang Allah siapkan di sisi-Nya, tentu tidak ada seorang pun yang berharap (optimis) bisa masuk Surga. Sekiranya orang kafir tahu rahmat yang Allah siapkan di sisi-Nya, tentu tidak seorang pun yang berputus asa (pesimis) masuk Surga-Nya."
5. Oleh sebab itu, berputus asa dari rahmat Allah SWT merupakan sifat orang-orang sesat dan pesimis terhadap karunia-Nya merupakan sifat orang-orang kafir.
Karena mereka tidak mengetahui keluasan rahmat Rabbul 'Aalamiin. Siapa saja yang jatuh dalam perbuatan terlarang ini berarti ia telah memiliki sifat yang sama dengan mereka, laa haula wa laa quwwata illaa billaah.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi'i, 2006), hlm. 148-150.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Artikel: Alislamu

Syafa'at Hanya Milik Allah

Para pembaca sekalian yang semoga dirahmati Allah, andaikan kita mau menelusuri seluruh musibah dan fitnah yang menimpa kaum muslimin niscaya akan kita dapati sebabnya ialah kebodohan dalam memahami syariat Islam. Lebih parah lagi jika kebodohan tersebut pada hal-hal yang sangat urgen seperti masalah tauhid dan syirik. Sebab dengan kebodohan, kesyirikan yang begitu gelap seolah-olah terlihat terang karena hiasan setan. Akibatnya, kepahitan di akhirat sudah pasti tertelan. Salah satu perkara penting yang sebagian besar kaum muslimin kurang memahami ialah masalah syafa’at.

Adakalanya kita dengar seseorang mengatakan, “Wahai Muhammad, berilah syafa’at kepada kami!” atau “Wahai Muhammad, syafa’atilah kami!”

Kaum muslimin sekalian, memang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lah akan diberi izin oleh Allah untuk memberikan syafa’at besok di hari kiamat. Tapi permasalahannya, bolehkan kita meminta langsung kepada beliau? Ini adalah permasalahan yang sangat penting, jika seseorang salah di dalamnya maka ia dapat jatuh ke dalam kesyirikan.


Syafa’at Adalah Doa


Telah sama-sama kita ketahui bahwa ibadah mutlak hanya boleh ditujukan untuk Allah, baik berupa doa, sembelihan, nadzar dan sebagainya. Barang siapa yang menujukan ibadah bukan untuk Allah, walaupun kepada Nabi atau Malaikat dan walaupun hanya satu macam ibadah saja, atau sekali saja maka itulah perbuatan syirik.

Kemudian ketahuilah, bahwa syafa’at hakikatnya adalah doa, atau memerantarai orang lain untuk mendapatkan kebaikan dan menolak keburukan. Atau dengan kata lain syafa’at adalah memintakan kepada Allah di akhirat untuk kepentingan orang lain. Dengan demikian meminta syafa’at berarti meminta doa, sehingga permasalahan syafa’at ialah sama dengan doa.

Syafa’at Hanyalah Milik Allah


Perhatikanlah firman Allah, “Katakanlah: Hanya kepunyaan Allah lah syafa’at itu semuannya. Milik-Nya lah kerajaan langit dan bumi. Kemudiaan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (Az Zumar: 44)

Ketahuilah, ayat tersebut dengan jelas menyebutkan bahwa syafa’at segenap seluruh macamnya itu hanya milik Allah semata. Allah kemudian memberikan kepada sebagian hamba-Nya untuk memberikan syafa’at kepada sebagian hamba yang lainnya dengan tujuan untuk memuliakan menampakkan kedudukannya pemberi syafa’at dibanding yang disyafa’ati serta memberikan keutamaan dan karunia-Nya kepada yang disyafa’ati untuk bisa mendapatkan kenikmatan yang lebih baik atau kebebasan dari adzab-Nya.

Syarat Terjadinya Syafa’at


Orang yang memberi syafa’at dan orang yang diberi syafa’at itupun bukan sembarang orang. Syafa’at hanya terjadi jika ada izin Allah kepada orang yang memberi syafa’at untuk memberi syafa’at dan ridha Allah kepada pemberi syafa’at dan yang disyafa’ati. Allah berfirman, Allah mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka, dan mereka tiada memberi syafa’at melainkan kepada orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya.” (Al Anbiya: 28) dan firman Allah, “Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafa’at mereka sedikitpun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai-(Nya).” (An Najm: 26). Dan juga firman-Nya, “Dan tiadalah berguna syafa’at di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafa’at itu, sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata: ‘Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhan-mu?’ Mereka menjawab: ‘(Perkataan) yang benar, dan Dia-lah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar’.” (Saba: 22-23)

Ahli Tauhidlah Orang yang Diridhoi Allah


Orang yang diridhoi itulah ahli tauhid. Abu Huroiroh telah bertanya kepada Nabi shollAllahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah orang yang paling beruntung dengan syafa’at engkau?” Beliau menjawab, “Ialah orang yang mengucapkan La Ilaha Illallah dengan ikhlas dari dalam hatinya.” (HR. Ahmad dan Bukhori). Mengucapkan di sini bukanlah maksudnya mengucapkan dengan lisan semata, tetapi juga harus diikuti dengan konsekuensi-konsekuensinya dengan memurnikan ibadah kepada Allah semata dan tidak menyekutukannya.

Orang Kafir Tidak Akan Menerima Syafa’at


Allah tidak akan memberikan syafa’at kepada orang kafir, karena mereka itulah ahli syirik. Dan Allah tidak akan pernah ridho dengan kesyirikan dan pelaku kesyirikan. Namun dalam hal ini dikecualikan untuk Abu Tholib, dialah satu-satunya orang musyrik yang mendapatkan syafa’at keringanan adzab dengan memandang jasanya yang begitu besar dalam melindungi Rasulullah shollAllahu ‘alaihi wa sallam semasa hidupnya. Adapun orang kafir selain Abu Tholib maka tidak akan mendapatkan syafa’at sedikit pun.

Macam-Macam Syafa’at


Syafa’at ada bermacam macam, diantaranya ada yang khusus dilakukan oleh Nabi Muhammad, yaitu syafa’at bagi manusia ketika di padang Mahsyar dengan memohon kepada Allah agar segera memberikan keputusan hukum bagi mereka, syafa’at bagi calon penduduk surga untuk bisa masuk surga, syafa’at bagi pamannya yaitu Abu Thalib untuk mendapat keringanan adzab.

Ada pula syafa’at yang dilakukan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam maupun para pemberi syafa’at lainnya, yaitu: Syafa’at bagi penduduk surga untuk mendapatkan tingkatan surga yang lebih tinggi dari sebelumnya, syafa’at bagi mereka yang seimbang antara amal sholihnya dengan amal buruknya untuk masuk surga, syafa’at bagi mereka yang amal buruknya lebih berat dibanding amal sholihnya untuk masuk surga, syafa’at bagi pelaku dosa besar yang telah masuk neraka untuk berpindah ke surga, syafa’at untuk masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab.

Hukum Meminta Syafa’at


Sekarang tinggal tersisa satu permasalahan, bagaimanakah hukumnya meminta syafa’at. Telah kita ketahui bersama bahwa syafa’at adalah milik Allah, maka meminta kepada Allah hukumnya disyariatkan, yaitu meminta kepada Allah agar para pemberi syafa’at diizinkan untuk mensyafa’ati di akhirat nanti. Seperti, “Ya Allah, jadikanlah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pemberi syafa’at bagiku. Dan janganlah engkau haramkan atasku syafa’atnya”.

Adapun meminta kepada orang yang masih hidup, maka jika ia meminta agar orang tersebut berdo’a kepada Allah agar ia termasuk orang yang mendapatkan syafa’at di akhirat maka hukumnya boleh, karena meminta kepada yang mampu untuk melakukanya. Namun, jika ia meminta kepada orang tersebut syafa’at di akhirat maka hukumnya syirik, karena ia telah meminta kepada seseorang suatu hal yang tidak mampu dilakukan selain Allah. Adapun meminta kepada orang yang sudah mati maka hukumnya syirik akbar baik dia minta agar dido’akan atau meminta untuk disyafa’ati.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Demikianlah pembaca yang budiman, jangan sampai kita terjebak untuk meminta syafa’at langsung kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini bukan berarti kita menginkari adanya syafa’at beliau. Tetapi syafa’at hanyalah milik Allah. Bagaimana Allah hendak memberikan syafa’at-Nya kepada seseorang sementara dia berbuat syirik dengan meminta syafa’at kepada Nabi? Pantaskah bagi kita tatkala Allah telah mengikrarkan bahwa syafa’at hanya milik-Nya, kemudian kita justru meminta kepada Nabi? Sungguh andai ia meminta kepada Nabi seribu kali tetapi Allah tidak meridhoinya maka ia tidak akan mendapatkannya.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------

***

Penulis: Abu Yusuf
Artikel: www.muslim.or.id

Jika Nasehat Anda Ingin Didengar

Anda ingin nasehat yang anda sampaikan didengar dan disimak? Tidak ada salahnya jika anda meluangkan waktu untuk membaca artikel berikut.

Islam Terbangun Di Atas Nasehat

Agama ini memerintahkan pemeluknya untuk menggalakkan budaya nasehat. Nasehat akan memperbaiki kepribadian seorang yang dahulunya buruk. Nasehat pulalah yang mampu menciptakan persaudaraan yang sejati. Namun, kesemuanya itu barulah dapat terwujud apabila nasehat yang disampaikan dapat membekas dan meresap di dalam jiwa.

Allah ta’ala memerintahkan nabi untuk memberikan nasehat yang dapat mempengaruhi jiwa para pendengarnya,

أُولَئِكَ الَّذِينَ يَعْلَمُ اللَّهُ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَعِظْهُمْ وَقُلْ لَهُمْ فِي أَنْفُسِهِمْ قَوْلا بَلِيغًا

(٦٣)
“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka wejangan/nasehat, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.” (An Nisaa: 63).

Imam Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, maksudnya adalah dalam tujuan nasehat diketahui dan membekas di dalam jiwa mereka (Fathul Qadir 1/729; Asy Syamilah).

Nasehat yang Sukses

Sukses dalam memberikan nasehat haruslah memperhatikan beberapa kriteria berikut:

Topik yang sesuai

Nasehat haruslah disampaikan dengan memperhatikan topik yang dibutuhkan oleh para pendengar. Jangan sampai anda memberikan nasehat dengan topik yang tidak mereka butuhkan.

Sebagai permisalan, apabila anda melihat mayoritas manusia lebih memprioritaskan kehidupan dunia daripada mempersiapkan bekal untuk kehidupan akhirat, maka topic yang seharusnya disampaikan adalah menghasung mereka untuk cinta kepada akhirat dan berlaku zuhud (tidak tamak) terhadap dunia.

Namun, jika seorang menasehati mereka untuk tidak berlebih-lebihan dalam beribadah, sementara mereka belum mampu untuk melaksanakan berbagai ajaran agama yang sifatnya wajib, maka topik nasehat yang disampaikan pada saat itu tidaklah tepat, karena unsur hikmah dalam memilih topik kurang diperhatikan.

Bahasa yang fasih dan runut


Kefasihan sangat dituntut dalam nasehat yang hendak disampaikan. Sahabat pernah mengatakan,

وَعَظَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَوْمًا بَعْدَ صَلاَةِ الْغَدَاةِ مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ ….


“Selepas shalat Subuh, rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberikan nasehat yang sangat menyentuh, hati kami bergetar dan air mata pun berlinang.” (HR. Tirmidzi: 2676. Diabsahkan oleh Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashabih: 165).

Maka seorang pemberi nasehat hendaknya menyampaikan nasehat dengan lafadz yang terbaik, yang paling mampu menyentuh jiwa para pendengar, sehingga merekapun tertarik untuk mendengarnya.

Waktu dan kondisi yang tepat

Waktu yang tepat juga turut berpengaruh. Seorang pemberi nasehat hendaknya memilih momen yang tepat untuk menyampaikan nasehatnya.

Pada hadits yang lalu, dapat kita perhatikan bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan wejangan kepada para sahabatnya di waktu Subuh. Pada waktu tersebut, tubuh sedang berada dalam kondisi puncak, setelah di waktu malam beristirahat. Demikian pula, pada waktu tersebut, pikiran masih jernih, belum terbebani.

Maka seorang pemberi nasehat harus mampu memperhatikan kondisi orang yang hendak dinasehati, apakah pada saat itu dia siap menerima nasehat ataukah tidak.

Jangan bertele-tele

Nasehat juga janganlah bertele-tele dan panjang sehingga membosankan. Abu Wa-il pernah mengatakan, “Ammar radhiallahu ‘anhu pernah menyampaikan khutbah kepada kami secara ringkas namun mengena. Ketika selesai, maka kami mengatakan kepada beliau, “Alangkah baiknya jika anda memperpanjang khutbah” Maka beliau menjawab, “Sesungguhnya saya pernah mendengar rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya panjangnya shalat seorang dan pendeknya khutbay yang disampaikan olehnya merupakan tanda akan kefakihan dirinya” Maka hendaklah kalian memperpanjang shalat dan memperpendak khutbah.” (HR. Muslim: 869).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan tuntunan kepada uamtnya untuk tidak bertele-tele dan berlama-lama dalam menyampaikan nasehat karena hal itu akan menyebabkan pendengar bosan.

Karakter Sang Pemberi Nasehat

Materi yang bagus memang turut berpengaruh terhadap suksesnya nasehat, namun sang pemberi nasehat pun harus menghiasi dirinya dengan beberapa hal berikut:

Yakin akan apa yang diucapkan

Pemberi nasehat merupakan orang yang pertama kali harus meyakini akan apa yang akan diucapkan dalam nasehatnya, dialah yang pertama kali harus terpengaruh terhadap nasehat yang hendak disampaikan.

Ammar bin Dzar rahimahullah pernah ditanya oleh anaknya, “Mengapa tatkala orang lain berbicara, tidak ada satupun yang menangis. Namun, ketika engkau berbicara, wahai ayahku, kami mendengar tangisan dimana-mana?” Maka Ammar menjawab, “Wahai anakku, nasehat yang tulus tidaklah sama dengan nasehat yang direkayasa.” (Hilyatul Auliya 5/111; Ihya Ulumiddin 4/187; Asy Syamilah).

Anda dapat memperhatikan apabila nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan nasehat kepada para sahabat. Beliau menyampaikan nasehat dengan serius, dengan suara yang tinggi sedang mata beliau memerah, seakan-akan saat itu beliau sedang mengomandoi pasukan. Ini menunjukkan keyakinan beliau akan kandungan yang terdapat dalam nasehat beliau.

Oleh karena itu, sahabat Irbadh radhiallahu ‘anhu pun menggambarkan bahwa nasehat beliau merupakan nasehat yang menggetarkan jiwa dan mampu membuat air mata ini berlinang.

Hati yang Bebas Penyakit

Tulusnya nasehat merupakan buah dari hati yang bersih dari penyakit. Seorang yang memiliki hati yang berpenyakit, maka dapat dipastikan bahwa nasehat yang disampaikannya tidaklah mampu menghunjam dalam hati pendengarnya. Tengok kembali perkataan Ammar bin Dzar rahimahullah di atas! Apabila hati yang dipenuhi penyakit ini diiringi dengan akhak yang buruk, maka nasehat yang diucapkan pun tentu hanya dianggap sebagai angin lalu.

Teladan yang Baik

Seorang pemberi nasehat haruslah menjadi qudwah (teladan) dalam perkataan dan perbuatan, karena orang yang mendengar nasehatnya mesti akan memperhatikan gerak-geriknya. Jika ternyata orang yang senantiasa memberikan nasehat kepada mereka justru melanggar wejangan yang diberikan, maka mereka akan meremehkannya dan akan berpaling, tidak menghiraukan dirinya dan nasehatnya lagi. Betapa banyak kita menjumpai da’i-’da’i yang tidak mampu mendorong dirinya untuk menjadi teladan yang baik bagi para mad’u (objek dakwah)-nya.

Semoga artikel ini bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.


Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim

Artikel www.muslim.or.id